Happy Life is a simply life

“ Happy life is a simply life” saya tersenyum sinis mendengar kalimat yang keluar dari bibir seorang presenter jelita, beraroma heboh, ber uang kiloan dan kondang kaonang. Kalimat tadi sepertinya lebih elok bila tak

diucapkan oleh bibir berpulas Lancome yang pasti tidak melewati simply life, dia berpakaian Adi busana, kulitnya berinjeksi Vit C setiap minggu dan berkendara seharga 9 digit

Saya begitu saja melupakan kalimat agung dari bibir nan anggun itu. Sampai saya berkenalan dengan seorang lelaki yang sangat layak mengucapkannya. Pria yang tak bisa ditebak usianya karena peta diwajahnya telah luluh lantak bekas lahapan api. Saya mengenalnya karena sering berpapasan di jalanan, tempat saya keluyuran sepulang kerja.
Sebut saja Amir, pria yang memiliki raut tak sedap dipandang, kelopak matanya robek sampai ke pipi, dagu menempel ke leher, hidungnya hanya sepasang lobang yang mirip stop kontak, Pipinya sama dengan lilin yang meleleh, dengan bibir yang tak bisa mengatup.

Pertama saya mengenalnya ketika Jakarta dilanda kemacetan luar biasa karena proyek underpass, dan saya tak bisa pulang. Dengan wajah menyeramkan dia memaksa Bus Patas berhenti agar saya bisa diselipkan didalamnya.
Kemudian hari-hari selanjutnya saya sering ngobrol dengannya sambil menunggu jemputan.
“Jaman sekarang susah ya pak, dimana-mana macet, nyari uang jadi susah”
“ Ya dinikmati Bu, kalau stress malah jadi tidak baik, banyak hal yang membuat kita tidak susah kok” Desis suaranya yang seperti kobra, sambil jongkok mengambil kantong Relaxa yang baru saja saya buang di tong sampah
Kantung tadi dirapikan oleh tangannya yang tidak sempurna, kemudian diberikan kepada seorang pengamen
“ Keisengan ini membahagiakan saya, hanya kantong dari sampah, bisa digunakan teman pengamen untuk tempat koin, untuk menyambung hidup mereka, kadang uang yang terkumpul juga untuk membeli obat bagi anaknya yang sakit“ Ucapnya melihat saya yang keheranan. Dia menghitung beberapa kantong yang didapat dan membagikan kepada para pengamen sambil tertawa berderai.
“Ya Tuhan alangkah elok karuniaMu, Happy life is a simply life selayaknya memang diucapkan oleh si Amir ini”
Saya jadi sangat malu terhadap diri sendiri yang selalu mengatakan hidup ini susah, susah cari uang, susah direpoti anak, susah kalau dimarahi boss. Ternyata Amir yang mengatupkan bibir saja susah tak pernah terucap dari bibirnya bahwa hidup itu susah. Amir melakukan hal sederhana namun besar kebahagiaan yang dia rasakan. Saya jadi tahu kenapa dulu dia mau-maunya bersitegang dengan kernet hanya untuk menumpangkan saya yang tak dikenalnya di Bus yang dia paksa berhenti. Ternyata Amir selalu berbahagia bila melakukan sesuatu untuk orang lain.

“Sebenarnya saya bisa saja Bu menjual derita tampang saya ini untuk mendapatkan uang banyak, tapi itu tak membahagiakan hati, Biar awak ini kere, tapi hati harus tetap gede, saya ditempa menjadi orang yang ambeg satrio, malu berbuat nisto. Membuat hati bahagia itu mudah kok, yaitu berbuat yang berguna bagi diri sendiri atau orang lain
“Ah kalau saja Amir bisa berbahasa Inggris dia akan berkata “Happy life is the simply life” Bagi Amir mengais kantong permen memberinya bahagia, saya akan belajar darinya. Ternyata tak harus menjadi presenter kondang untuk bisa berucap kalimat tersebut.

Sesekali bila Anda melewati jalanan dimana Amir berada. Anda akan melihat lelaki bertampang hancur itu sedang menyetrika kantong permen kumal dengan tangannya yang tak utuh, di sela pekerjaan tetapnya sebagai kontroler Bus Kota. Meski anda iba melihatnya, namun jangan dianggap dia peminta-minta, dia adalah pemberi bagi orang lain, lelaki bersuara kobra itu tak pernah menjual derita untuk menguntungkan dirinya.
Bila anda melihatnya ingatlah bahwa “Happy Life is a simply life”

Ami Haryatmi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar